Selamat Datang di blog pertama saya. . . Jangan Lupa Tulis Komentar. . . atau kirim email: theo3172@yahoo.com

Minggu, 03 Agustus 2008

Ancaman Radiasi Ponsel, Bagaimana Cara Menghindar?

JAKARTA - Polemik tentang kaitan telepon seluler (ponsel) dengan kanker sepertinya akan berakhir. Bukti terbaru menunjukkan memang ada kaitan antara keduanya. Selama ini, para ilmuwan saling bersitegang mengenai efek radiasi ponsel terhadap manusia. Perdebatan yang berlangsung nyaris satu dekade ini diikuti oleh berbagai penelitian dan observasi. Studi terakhir yang dilakukan New York University Medical Centre membuktikan bahwa pengguna ponsel memang memiliki risiko potensial menderita neuroma, sejenis tumor di bagian dalam telinga.

Menurut para ahli, radiasi emisi frekuensi radio dari ponsel terserap ke dalam kulit dan tulang melalui tengkorak di balik telinga. Namun sejauh ini mereka tidak menyebut adanya hubungan antara peningkatan jumlah pemakai ponsel dengan neuroma. Mereka mengatakan, studi penelitian ini difokuskan pada penggunaan ponsel jangka pendek dan akan dilanjutkan pada penggunaan ponsel jangka panjang.
”Risiko terjelas ditemukan pada pemakaian ponsel yang berlangsung selama tiga tahun atau lebih dan jarang memakai ponsel,” komentar Dr. Joshua Muscat, seorang pelaku riset seperti dilansir BBC News.
Efek radiasi ponsel ini sudah lama dicurigai keberadaannya. Beberapa pakar teknologi dan informasi (TI) ada yang pro dan kontra. Salah satu yang pro adalah Onno W. Purbo, pengamat TI Indonesia. Onno sendiri kendati memiliki ponsel termasuk orang yang jarang mengggunakan. Bahkan ponselnya lebih sering ditemukan dalam keadaan off line daripada on line. Secara teknis menurut Onno, imbas radiasi ponsel sangat masuk akal.
”Tahu yang namanya microwave oven? Kalau kita memasukan ayam ke dalamnya selama dua menit saja maka cukup untuk membuat ayam itu matang. Ponsel mempunyai frekuensi radiasi panas yang setengah kali lebih rendah daripada microwave oven. Tapi kalau dipakai dalam jangka waktu lama di dekat telinga bisa membuat telinga panas dan kepala pusing. Hal ini berlaku pada ponsel yang power-nya besar,” ungkap Onno kepada SH ketika dihubungi Selasa malam (14/5). Ponsel dan microwave oven sama-sama memancarkan gelombang elektromagnetik, hanya power pada ponsel lebih kecil.

Hands-Free
Menyikapi hal itu, sejumlah peneliti mengusulkan penggunaan piranti hands-free sebagai cara terbaik melindungi pengguna ponsel dari radiasi. Bukan hanya itu, selubung ponsel yang selama ini banyak dipakai sebagai pelindung ponsel juga memiliki manfaat serupa.
Department of Trade and Industry (DIT) Inggris mempublikasikan beberapa piranti yang bisa dianggap sebagai pengaman ponsel. Piranti tersebut adalah selubung yang menutup keseluruhan ponsel, earphone dengan cover, tombol yang bisa diletakkan di ponsel dan klip antena. Dalam laporan disebutkan bahwa selubung ponsel dan klip antena merupakan piranti yang bekerja paling baik namun membuat kekuatan dan jangkauan ponsel akan berkurang.
Dr. Michael Manning, penulis publikasi sekaligus penanggungjawab riset selama beberapa tahun menyatakan selubung ponsel aman namun mengurangi efektivitas ponsel. Bila ingin berponsel dengan aman dan tetap mendapat jangkauan sempurna maka direkomendasikan piranti hands-free.
Sementara Onno melihat dari sisi teknologi memang hands-free merupakan satu-satunya piranti yang tidak mengurangi sinyal ponsel. Di Indonesia, pengguna ponsel memakai hands-free demi kepraktisan, bukan untuk alasan kesehatan. Karena memang isu efek negatif radiasi ponsel belum begitu merebak.
”Usul saya kalau memang mau benar-benar aman ya pakai saja fasilitas short message services (SMS) sebab dengan menggunakan fasilitas ini maka ponsel berada jauh dari badan,” demikian penjelasan mantan dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) ini.
Piranti selubung ponsel yang dalam bahasa awam disebut sarung ponsel terbuat dari bahan yang mudah menyerap. Dari uji coba yang dilakukan Manning dan kawan-kawan, sarung ponsel yang menyelubungi seluruh permukaan ponsel adalah yang terbaik, tapi justru mengurangi kemampuan ponsel menerima sinyal. Bukan tak mungkin ponsel akan mati mendadak sebagai kompensasi lemahnya sinyal. Sedangkan klip antena yang diletakkan di puncak antena berdampak sama saja. Tombol yang bisa diletakkan di banyak bagian ponsel bisa mengelakkan radiasi, tapi tak terlalu membantu.
Penggunaan ponsel dengan power rendah diusulkan oleh Onno. Hanya saja pemakai ponsel mau tak mau harus menanggung konsekuensinya, yaitu komunikasi yang sedikit terganggu.
Namun hasil riset Manning dibantah oleh Simon Rockman dari majalah WhatMobile. Rockman berkesimpulan, anggapan bahwa piranti itu aman tidaklah bersifat ilmiah melainkan hanya dugaan tanpa arti. ”Hanya karena ponsel ditutupi sesuatu lantas mereka pikir aman. Anggapan mereka hanya bersifat menenangkan saja, bukan solusi,” komentar Rockman sinis.
Jurubicara Federation of Electronic Industries (FEI) menyatakan bahwa menurut World Health Organization (WHO), bukti-bukti ilmiah mengenai radiasi ponsel tidak menganjurkan pemakaian piranti pelindung. WHO hanya mengatakan apabila pengguna ponsel ingin mengurangi efek radiasi maka bisa digunakan hands-free.
Ternyata kekawatiran efek radiasi ponsel tidak cukup sampai di dini. Sebuah penelitian di Jepang menyatakan penggunaan ponsel di kereta api juga berimbas negatif terhadap penumpang lain. Adalah Tsuyoshi Kundou dari Tohuku University, pelaku riset yang mengungkap bahwa level radiasi elektro magnetik di dalam kereta api melampaui batas limit keamanan internasional walaupun hanya sedikit penumpang yang memakai ponsel. Hal ini disebabkan oleh pancaran radiasi gelombang mikro dari handsets yang hanya berputar-putar saja dalam gerbong kereta sehingga terkumpul dalam jumlah besar.
Untuk membuktikan kebenaran ini Hondou telah melakukan eksperimen pada kereta api biasa. Setelah menghitung imbas radiasi gelombang mikro, Hondou menemukan sangat sedikit radiasi yang bisa keluar melalui celah jendela. Sebagian besar radiasi itu terjebak dalam gerbong kereta. Ia juga menemukan hanya ada 30 orang pemakai ponsel dalam gerbong standar bermuatan 151 penumpang yang memenuhi standar batas radiasi yang diizinkan International Comitee for Non-Ionising Radiastion (ICNIR). Hondou menjelaskan, radiasi ini bisa berkembang, kendati penumpang kereta lebih sedikit tetap saja level radiasinya tinggi. ”Hal ini mungkin terjadi saat kereta api tidak terlalu penuh,” demikian pernyataan Hondou pada New Scientist.
Penemuan Hondou ini juga telah dipublikasikan di Journal of the Physical Society di Jepang, di mana jumlah pemakai ponsel dengan WAP serta piranti elektronik begitu meningkat pesat. Hondou mengusulkan agar operator kereta api membuat aturan tersendiri mengenai pemakaian ponsel dalam gerbong kereta. Ia juga menambahkan bahwa efek negatif ini juga bisa muncul di tempat seperti bis dan elevator. Sampai hari ini, belum ada satu negara pun yang memiliki aturan atau undang-undang tentang penggunaan ponsel di tempat umum.
Pendapat lain datang dari Profesor Les Barclay, anggota Department of Health Mobile Phone Research Comitee (DHMPRC). ”Sinyal dari antena dan ponsel menghilang dengan sangat cepat begitu pemakainya bergerak dari ponsel. Sementara sinyal yang dipantulkan oleh dinding dalam jarak jauh akan berada pada level rendah,” ungkap Barclay.
Nampaknya kemajuan teknologi selain menjanjikan kemudahan juga berimbas negatif pada manusia juga. Tindakan Onno yang jarang menggunakan ponsel bisa jadi sangat bijaksana. Seorang pakar teknologi sekalipun tidak boleh menggantungkan dirinya seratus persen pada teknologi.(SH/mer)

taken from: http://www.sinarharapan.co.id